7 Juli 2013

Sistem Pemerintahan, Politik, dan Bentuk Negara di Kekhalifahan Abbasiyah

Leave a Comment
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khaulafahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan, Tuhan diatas buminya “. Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda – beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain : 
1.  Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
2.   Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
3.    Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
4.    Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
5.  Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah    (Hasjmy, 1993:213-214).
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah – Daulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol dan Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu :
1.      Tindakan keras terhadap Bani Umayah;
2.      Pengutamaan orang-orang turunan Persia.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan “wizaraat”. Sedangkan Wizaraat itu dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
1.      Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidensiil) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2.      Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan . Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja . Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah.
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama “diwanul kitaabah” (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang “raisul kuttab” (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa “raisul diwan” (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan An-Nidhamul Idary Al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :
a.       Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut.
1.      Abul Abbas As-Saffah (750-754 M)
2.      Abu Ja’far Al Mansyur (754 – 775 M)
3.      Abu Abdullah M. Al-Mahdi Bin Al Mansyur (775-785 M)
4.      Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)
5.      Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
6.      Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
7.      Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)
8.      Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)
9.      Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
10.  Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)

b.      Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M) Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :
1.      Kaum Turki (232-590 H)
Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang disebut Mamluk pada abad ke-9. Dibentuk oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki. Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik berhasil berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan Ayyubiyyahyang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah waktu itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini mendirikan kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah berbagai serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamluk tetap menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sebagai kepala negara.

2.      Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di antara faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/1055 M), daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.
3.      Golongan Bani Seljuk (447-590 H)
 Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan kedudukan khalifah Abbasiyah sedikit lebih baik, paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan untuk membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka. Kekaisaran Seljuk Raya atau Kekaisaran Seljuk Agung adalah imperium Islam Sunni abad pertengahan yang pernah menguasai wilayah dari Hindu Kush sampai Anatolia timur dan dari Asia Tengah sampai Teluk Persia. Dari tempat awal mereka di Laut Aral, Seljuk bergerak pertama ke Khorasan dan lalu ke Persia daratan sebelum menguasai Anatolia timur. Kekaisaran ini didirikan oleh Dinasti Seljuk.
c.       Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :

1.  Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).
2.  Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3.  Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4.  Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).

Rules !!!

- No SARA !
- No Spam !
- No NGOMONG KASAR !
- No Porn !
- No Active Link !